KONFLIK ORGANISASI
Disadari ataupun tidak bahwa lembaga yang menangai
pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana dianggap sebagai
Institusi kelas bawah. Jika dibandingkan dengan OPD lain di lingkungan
pemerintah daerah. Hal ini bisa dikaji dari segi penempatan personal,
pemberian anggaran, pasilitasi, sarana dan prasarana. Namun hal ini kadang
tidak akan pernah disadari ataupun dirasakan oleh pemegang kebijakan. Bahkan
BPMPKB boleh dibilang hanya dijadikan alat/labolatorium percobaan dan batu
loncatan bagi personal yang ditempatkan di OPD PMPKB. Persepsi seperti itu
mungkin ada benarnya. Sehingga aparat yang ada di dalam kurang termotivasi
untuk mengembangkan diri untuk membuat inovasi, kreasi ataupun berimajinasi
untuk membuat penataan secara konstruktif dan pundamental.
Dari fakta tersebut dicoba untuk diamati secara
cermat. Apakah benar anggapan dasar seperti itu. Tentu menarik untuk dikaji dan
diteliti secara mendalam. Tapi penulis berpandangan lain justru ada
kegembiraan, kesenangan dan kebahagiaan tersendiri selama di BPMPKB. Waaupun
pertama masuk ke BPMPKB terasa gersang dan tidak ada sambutan hangat dari
aparat yang ada di lingkungan BPMPKB. Wajar karena banyak orang senior
yang ada di dalam BPMPKB tidak mendapatkan kepercayaan menjadi pemegang tapuk
pimpinan tertinggi. Padahal setiap orang pasti mempunyai harapan untuk menjadi
profesional di bidangnya. Itulah suatu pengkondisian yang kadang tidak disadari
oleh sistem kepegawaian. Bisa dibayangkan orang yang mau pensiun beberapa
bulan lagi, harus keluar dari BPMPKB dari posisi orang pertama jadi staf ahli.
Sedangkan penggantinya tidak dari orang dalam yang senior malah didatangkan
dari luar OPD KB. Konflik itu mau tidak mau harus dinetralisir jangan sampai
meluas. Namun orang yang datang dari luar OPD KB yang menjelang pensiun
tidak dijadikan pemegang kebijakan tertinggi malah hanya ditempatkan jadi salah
satu bidang. Belum lagi di dalamnya sudah terjadi silang pemahaman dan silang
pendapat diakibatkan ketidak puasan dalam penempatan pekerjaan. Bahkan posisi
eselon III/a dijabat oleh pangkatnya dibawah kepala bidang dengan eselon III/b.
Pemulihan kebersamaan dan sinergitas agak terganggu
dan memerlukan waktu yang sangat lama. Sehingga bekerja itu seperti api dalam
sekam. Seolah-olah tidak ada gejolak. Tapi di dalam-nya penuh dengan berbagai
kekecewaan. Kekecewaan demi kekecewaan berimplikasi pada instabilitas dan
tumbuh sikap apatis dan apriori dalam menumbuhkan prestasi, dedeikasi serta
loyalitas. Walapun tidak ada protes yang terbuka tapi dalam setiap kebijakan
agak ditanggapi secara dingin, tidak responsif dengan gerak cepat. Sehingga
jalannya organisasi menjadi terseok-seok. Jalannya harus cepat dengan berbagai
program. Tapi roda giginya pada tumpul dan copong.
Anehnya setiap ada kekosongan tidak diisi orang
dalam. Malahan Baperjakat menempatkan orang dari luar. Ruh organisasi seperti
ini sakit. Kadang-kadang bertanya dalam diri siapa yang bermain dan memainkan
kondisi seperti itu. Bahkan ditemukan ada upaya-upaya mengeluarkan orang-orang
senior ke institusi lain. Namun dari kondisi seperti itu ada hikmah dan
kegembiraan tersendiri untuk dijadikan pelajaran yang berharga. Bahwa bekerja
itu tidak cukup dengan prestasi dan prestise. Tapi yang harus dikembangkan
adalah mengkolaborasikan antara Hukuman, Akhalaq dan Kecintaan.
Kebahagiaan yang dirasakan ketika OPD di luar BPMPKB
mengincar pegawai yang dianggap punya prestasi, punya dedikasi dan punya
loyalitas terhadap progarm PMPKB dipromosikan di OPD yang ada di luar BPMPKB. Walaupun
dicomot begitu saja oleh Baperjakat tanpa dikonsultasikan terlebih dahulu
kemana akan ditempatkan, dan siapa yang akan menggantikan posisi yang
ditinggalkan tersebut. Namun sebaiknya hak prerogratif pemegang kebijakan dan
kewenangan dari Baperjakat dikonsultasikan dan didengar masukannya dari OPD KB.
Alangkah lebih arifnya bila segala sesuatu dikonsultasikan dan diminta
pendapatnya untuk penggati yang memenuhi syarat dari dalam untuk menduduki
posisi yang kosong. Hal ini untuk menghindari terjadinya konflik internal
organisasi.
Sebagai bahan kajian mengapa BPMPKB dianggap sebagai
labolatorium. Maka akan diurai secara cermat satu persatu hal yang mendasari
opini tersebut sebagai berikut:
- PLH Kepala Bagian TU yang pangkatnya III/d dua tinggat di bawah Kepala Bidang KB dan KB malah di definitifkan menjadi Kepala Sekretariat dan setelah bisa mengikuti diklat PIM III dan naik pangkatnya jadi IV/a di incar dan di pindah dan dipromosikan ke unit kerja lain.
- Salah seorang Kepala Sub Bidang dari OPD luar KB diangkat jadi Kepala Bidang PP, setelah bisa mengikuti diklat PIM III di incar dan dipindahkan ke OPD lain di luar KB.
- Pegawai honorer untuk bisa diangkat jadi PNS ditempatkan sebagai PLKB. Setelah diangkat jadi PNS dan mengikuti kuliah di salah satu perguruan tinggi di incar dan dipindahkan ke OPD lain di luar KB.
Sebaiknya untuk meningkatkan kinerja dan keberhasilan
BPMPKB jangan hanya dijadikan alat transit untuk menaikkan seseorang pada
jabatan berikutnya tapi harus diberikesempatan untuk membuktikan kinerjanya
terlebih dahulu sehingga BPMPKB menjadi sehat dan normal sebagai OPD KB yang
benar-benar mempunyai daya ungkit terhadap keberhasilan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kalau selamanya BPMPKB hanya dijadikan alat transit
dan sebagai labolatorium uji coba seseorang. Tanpa diberikan kesempatan orang
itu membuktikan kinerjanya secara utuh dan kolektif. Maka akan muncul
kekecewaan dari dalam internal organisasi BPMPKB. Terutama orang-orang senior
yang ada di BPMPKB tidak diberikan kesempatan oleh Baperjakat menduduki Jabatan
yang lebih baik di bandingkan dengan rekan-rekannya yang datang ke BPMPKB
menadapat jabatan yang lebih baik dari sebelumnya.
Harus disadari oleh para pemimpin dan para pemegang
kebijakan bahwa setiap pegawai mempunyai harapan yang sama untuk lebih baik
masa depannya. Makanya harus diberikan kesempatan yang sama untuk berkiprah
keluar masuk suatu organisasi. Kalau tidak maka kekecewaan staf itu akan
mengganggu terhadap sikap pelayanan publik yang diharapkan dalam era global dan
era informasi serta telekomuniasi yang serba cepat dan modern. Yang namanya
pengabdian pasti harus diimbangi dengan harapan dan penghargaan yang seimbang
agar terjadi kebersamaan dan ketangguhan oranisasi dalam melayani masyarakat.
Kalau hanya mengandalkan prosedur, SMP, Hukum dan aturan pelyanan yang prima.
Tanpa diimbangi dengan penghargaan yang semimbang maka pengabdian dan
kesungguhan dalam bekerja akan sirna di tengah jalan. Hindari terjadinya
konflikasi organisasi. Dari kulminasi kekecewan staf. Jangan mencampur adukan
antara kepentingan kelompok dengan kepentingan kelembagaan atau tujuan
tercapainya suatu TAPKIN SKPD.
JENIS-JENIS KONFLIK
Ada lima
jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik
dalam diri individu Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang
memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
2. Konflik
antar individu dalam organisasi yang sama karena pertentengan kepentingan atau
keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status,
jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
3. Konflik
antar individu dan kelompok seringkali berhubungan dengan cara
individumenghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan
kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
4. Konflik antar
kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang
banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.Konflik antar lini dan staf,
pekerja dan pekerja.
5. Konflik
antar organisasi konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.
PENYEBAB
TIMBULNYA KONFLIK
- Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia
adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor
penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak
selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada
yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
- Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.
Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
- Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang
atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat
menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan
mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang
pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun
atau ladang. Bagi para
pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna
mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan,
hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas
terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik,
ekonomi,
sosial,
dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok
dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang
terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan
yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha
mereka.
- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi
nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi
formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Penyelesaian
konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah
kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam
dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah sebagai berikut
:
1. Kompetisi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2.
Akomodasi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan
tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3.
Sharing
Suatu
pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok
damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok
berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4.
Kolaborasi
Bentuk usaha
penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan
integrasi dari kedua pihak.
5.
Penghindaran
Menyangkut
ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan
kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
Metode
Penyelesaian Konflik
Ada tiga
metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau
penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.
Dominasi atau penekanan. Dominasi atau penekanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik.
2. Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis.
3. Penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas.
4. Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.
Kompromi, manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak yang bertikai.
Menurut Wijono
(1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:
1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternative
6) Memilih alternative
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar