Rabu, 12 Desember 2012

PERUBAHAN dan PERKEMBANGAN ORGANISASI


Faktor-Faktor Perubahan Organisasi

Perubahan organisasi terjadi karena adanya perubahan-perubahan dalam berbagai variable eksternal seperti system politik, ekonomi, teknologi, pasar, dan nilai-nilai. Kenaikan biaya dan kelangkaan berbagai SDA, keamanan karyawan dan peraturan-peraturan anti polusi, boikot pelanggan adalah beberapa contoh factor-faktor lingkungan yang merubah kehidupan orang baik sebagai karyawan maupun langgganan dalam tahun-tahun terakhir. Berbagai kekuatan eksternal dari kemajuan teknologi sampai kegiatan-kegiatan persaingan dan perubahan pola kehidupan, dapat menekan organisasi untuk mengubah tujuan, struktur dan metode operasinya.
Proses perubahan organisasi adalah konsep daur hidup atau life cycle. Organisasi mengalami proses kelahiran pertumbuhan, berkembang, kematangan, kemunduran dan akhirnya mengalami kematian sebagaimana dalam semua sistem biologi dam sistem sosial. Fase-fase perkembangan organisasi juga memiliki sifat kuaintitatif dan kualitatif yang merupakan indikator ” mati-hidup ” suatu organisasi.
Organisasi juga harus melihat arah perubahan lingkungan yang pasti dan yang tidak pasti. Artinya, organisasi adaptif atas perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, suatu organisasi haruslah mengembangkan strategi dalam mengadaptasi perubahan lingkungan, termasuk strategi dalam melakukan kontrol terhadap lingkungan. Untuk itu perlu kiranya merencanakan perubahan organisasi, termasuk di dalamnya yaitu mengembangkan organisasi.
Didalam perubahan suatu organisasi terdapat 2(dua) kekuatan dalam terjadinya perubahan organisasi itu sendiri, yaitu:
1.    Faktor Intern
a.  Perubahan kebijakan lingkungan
b.  Perubahan tujuan
c.  Perluasan wilayah operasi tujuan
d.  Volume kegiatan bertambah banyak
e.  Sikap & perilaku dari para anggota organisasi.

2.    Faktor Ekstern
a. Politik
b. Hukum
c. Kebudayaan
d. Teknologi
e. Sumber daya alam
f. Demografi
g. Sosiologi
Sikap dalam menghadapi perubahan lingkungan:
•    Mengadakan perubahan struktur organisasi.
•    Mengubah sikap & perilaku pegawai.
•    Mengubah tata aliran kerja.
•    Mengubah peralatan kerja.
•    Mengubah prosedur kerja.
•    Mengadakan perubahan dalam hubungan kerja antar personel.

Ada dua pendekatan penanganan perubahan organisasi:
1.  Proses perubahan reaktif.
Manajemen bereaksi atas tanda-tanda bahwa perubahan dibutuhkan, pelaksanaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk menangani masalah tertentu yang timbul. Sebagai contoh, bila peraturan baru dari pemerintah mensyaratkan perusahaan untuk mempunyai perlindungan terhadap kebakaran, maka manajer mungkin akan membeli alat pemadam kebakaran.
2.  Program perubahan yang direncanakan (planned change), disebut sebagai proses proaktif. Manajemen melakukan berbagai investasi waktu dan sumberdaya lainnya yang berarti untuk menguibah cara-cara operasi organisasi. Perubahan yang direncanakan ini didefinisikan sebagai perancangan dan implementasi inovasi struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoperasian secara sengaja. Pendekatan ini tepat bila keseluruhan organissi, atau sebagian besar satuan organisasi, harus menyiapkan diri untuk atau menyesuaikan dengan perubahan.
Di dalam proses perubahan, terdapat seorang atau individu yang bertanggung jawab atas peranan kepemimpinan dalam proses pengelolaan perubahan. Individu ini disebut dengan “Change Agent” (pengantar perubahan). Sedangkan individu atau kelompok yang merupakan sasaran perubahan disebut “sistem klien”. Pengantar perubahan ini dapat berasal dari para anggota organisasi atau dapat sebagai konsultan dari luar organisasi.
Leavitt (1964), menyatakan bahwa organisasi dapat diubah melalui pendekatan struktur, pendekatan teknologi, dan pendekatan orang-orangnya. Pendekatan struktur adalah yang menyangkut aplikasi prinsip-prinsip perancangan organisasi yang misalnya: desentralisasi, tanggung jawab jabatan, garis wewenang yang tepat, penciptaan pembagian kerja dll. Pendekatan teknologi berkaitan dengan diubahnya teknik-teknik yang dipakai denga teknologi baru; perubahan ini dapat membawa konsekuesi pula pada perubahan struktur organisasi (menjadi pendekatan tekno-struktur). Bila pendekatan struktural dan teknik bermaksud untuk memperbaiki prestasi kerja organisasi melalui pengubahan situasi kerja yang tepat, maka pendekatan- pendekatan orang dimaksudkan untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui pemusatan dan ketrampilan, sikap, persepsi dan pengharapan mereka sehingga diharapkan akan melaksanakan tugas dengan lebih efektif.
Adapun Proses dari perubahan:
•    Mengadakan pengkajian
•    Mengadakan identifikasi
•    Menentukan strategi
•    Melakukan evaluasi
Apabila selama ini kita hanya mengenal pembelajaran pada tingkat individu dan kelompok, maka perkembangan manajemen telah mengenal pembelajaran organisasi (learning organization), yang secara sederhana dapat diartikan sebagai :
Organisasi yang secara terus menerus melakukan perubahan diri agar dapat mengelola pengetahuan lebih baik lagi, memanfaatkan tekhnologi, memberdayakan sumber daya, dan memperluas area belajarnya agar mampu bertahan di lingkungan yang selalu berubah.
2.    Perkembangan Organisasi
Perkembangan pada suatu organisasi itu sendiri dapat terjadi manakala organisasi tersebut , lebih cenderung dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dan diprogram dengan berusaha meningkatkan efektivitas keorganisasian dengan mengintegrasikan keinginan bersama akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian. Pengembangan organisasi sebagai suatu disiplin perubahan perencanaan yang menekankan pada penerapan ilmu pengetahuan dan praktek keperilakuan untuk membantu organisasi-organisasi mencapai efektivitas yang lebih besar. Para manajer dan staf ahli harus bekerja dengan dan melalui orang-orang untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dan Pengembangan Organisasi dapat membantu mereka membentuk hubungan yang efektif di antara mereka. Di dalam menghadapi akselerasi perubahan yang semakin cepat, Pengembangan Organisasi diperlukan untuk bisa mengatasi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan tersebut.
Ciri-ciri Pengembangan Organisasi
Pengembangan organisasi yang efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
•    Merupakan strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional, yang memiliki sasaran jelas berdasarkan diagnosa yang tepat dan akurat tentang permasalahan yang dihadapi oleh suatu organisasi.
•    Merupakan kolaborasi antara berbagai pihak yang akan terkena dampak perubahan yang akan terjadi terhadap suatu organisasi.
•    Menekankan cara-cara baru yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja seluruh organisasi dan semua satuan kerja dalam organisasi.
•    Mengandung nilai humanistik dimana pengembangan potensi manusia menjadi bagian terpenting.
•    Menggunakan pendekatan komitmen sehingga selalu memperhitungkan pentingnya interaksi, interaksi dan interdependensi antara organisasi sau dengan organisasi yang lainnya.
•    Berbagai satuan kerja sebagai bagian integral di suasana yang utuh.
•    Menggunakan pendekatan ilmiah dalam upaya meningkatkan efektivitas organisasi.
Metode Pengembangan Organisasi
Dalam kegiatan pengembangan organisasi terdapat berbagai macam metode yang pada dasarnya dikelompokan dalam 2 macam, yaitu metode pengembangan perilaku, dan metode pengembangan keterampilan dan sikap.
1. Metode Pengembangan Perilaku :
•    Jaringan Manajerial (Managerial Grid)
Jaringan manajerial atau kisi manajerial (managerial grid), disebut juga latiahan jaringan (grid training), adalah suatu metode pengembangan organisasi yang di dasarkan jaringan manajerial. Teori ini di pelopori oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Dalam metode ini dikenal dua dimensi dua prilaku pimpinan, yaitu prilaku pimpinan yang memusatkan perhatian pada produksi, dan prilaku pimpinan yang memusatkan prilakunya pada orang. Dari segi intensitasnya, seorang pimpinan mungkin dapat menerapkan sekaligus dua prilaku tersebut dalam intensitas yang sama atau berbeda.
•    Latihan Kepekaan
Latihan kepekaan (sensitifity training) merupakan latihan dengan kelompok. Oleh karena itu metode ini di namakan pula metode T-groupe (T= Training). Dalam metode ini yang di maksud dengan kepekaan adalah kepekaan terhadap diri sendiri dan terhadap hubungan diri sendiri dengan orang lain. Metode ini berlandaskan pada anggapan bahwa kesulitan untuk berprestasi di sebabkan oleh adanya persoalan emosional dari kelompok orang-orang yang harus mencapai tujuan. Metode ini beranggapan bahwa apabila persoalan emosional itu dapat di atas maka dengan sendirinya kesulitan untuk beradaptasi dapat di hilangkan.
Oleh karena itu tujuan dari pada latiahan kepekaan adalah mempertajam daya peka, perasaan(emosi), dan kecepatan reaksi dalam menghadapi beberapa persoalan. Dalam latihan ini anggota kelompok di beri movasiuntuk belajar mengenai diri sendiri dalam menghadapi orang lain, kebutuhan dan sikap mereka sendiri. Sikap ini dapat terungkap melalui dua jalur, yaitu melalui mereka sendiri terhadap orang lain, dan melalui prilaku orang lain terhadap diri mereka sendiri.
•    Pembentukan Tim
Pembentukan Tim (Team Feedback) adalah suatu metode yang berusaha mengumpulkan data-data dari para anggota organisasi. Data itu meliputi data-data yang berhubungan dengan tingkah laku,sikap,serta berbagai perasaan lain yang ada pada diri setiap anggota organisasi. Data-data yang telah dikumpulkan kemudian di susun dan di kembangan kepada para anggota organisasi yang telah di survai untuk didiskusikan. Dari hasil diskusi akan di perpleh umpan balik(feedback) dari para anggota organisasi yang telah di survey, apakah perlu di adakan perubahan atau tidak.
•    Umpan Balik Survei
Metode Pengembangan Ketrampilan dan Sikap

•    On The Job Training
Latihan ditempat kerja (on the job training ) ialah latian kerja ditempat kerja yang sebenarnya. Latian ini melatih anggota organisasi untuk menjalankan pekerjaan – pekerjaan dengan lebih efisien. Didalam latian ini instruksi- instruksi diberikan langsung kepada anggota organisasi ditempat kerjannya, baik yang bersifat kerja sama maupun yang  bersifat perseorangan. Dengan latian ini diharapkan para anggota organisasi lebih mampu menjalankan dan lebih menguasai pekerjaannya.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dalam latihan  ditempat kerja ini, antara lain :
1)   Sangat ekonomis Karen para peserta tetap produktif selama mereka mengikuti dan manjalankan latiahan .
2)   Presentasi anggota organisasi tidak akan berkurang atau hilang. Hal ini sangat berbeda apabila dibanding  dengan latihan yang diadakan diluar tempat kerja. Latihan yang diluar  tempat kerja kan melibatkan sebagian presentasi hilang apabila peserta latian kembali ke tempat kerjanya masing-masing
•    Job Instruction Training
Adalah dengan memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan secara langsung pada pekerjaan dan terutama digunakan untuk melatih para karyawan tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan sekarang. Pada metode ini didaftarkan semua langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pekerjaan sesuai dengan urutannya.
•    Of The Job Training
Metode off the job adalah pelatihan yang menggunakan situasi di luar pekerjaan. Dipergunakan apabila banyak pekerja yang harus dilatih dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan pekerjaan, di samping itu juga apabila pelatihan dalam pekerjaan tidak dapat dlakukan karena sangat mahal.
1. Lecture
Merupakan metode pelatihan dengan memberikan kuliah atau ceramah dalam rangka penyampaian informasi-informasi yang dibutuhkan petatar Metode ini mengeluarkan biaya yang tidak tinggi, namun kelemahannya adalah peserta kurang partisipasi dan kurang respon.
2. Video Presentation
Adalah prestasi yang dilakukan melalui media televisi, film, slides dan sejenisnya serupa dengan bentuk lecture.
3. Role Playing
Merupakan suatu permainan peran yang dilakukan oleh peserta untuk memainkan berbagai peran orang tertentu dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda perannya. Teknik ini dapat mengubah sikap peserta, seperti misalnya: menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual dan juga dapat mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi.
4. Case Study
Merupakan metode pelatihan dimana para peserta pelatihan dihadapakan pada bberapa kasus tertulis dan diharuskan memecahkan masalah-masalah tersebut.
5. Simulation
Simulasi merupakan suatu situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya, tetapi hanya merupakan tiruan saja dan para pelatihan harus memberikan respon seperti dalam kejadian yang sebenarnya. Jadi simulasi merupakan suatu teknik untuk mencontoh semirip mungkin terhadap konsep sebenarnya dari pekerjaan yang akan dijumpai.
6. Self Study
Merupakan teknik yang menggunakan modul-modul tertulis dan kaset-kaset atau video tape rekaman dan para peserta hanya mempelajarinya sendiri. Teknik ini tepat digunakan apabila jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan dalam jumlah yang besar, pada karyawan tersebar di berbagai lokasi yang berbeda-beda dan sulit mengumpulkan para karyawan sekaligus untuk bersama-sama mengikuti program pelatihan tertentu.
7. Programmed Learning
Dalam metode ini, diberikan beberapa pertanyaan-pertanyaan dan para peserta pelatihan harus memberikan jawaban yang benar. Metode ini dapat juga melalui komputer yang sudah mempunyai program tersendiri agar para peserta dapat mempelajari dan memperinci selangkah demi selangkah dengan umpan balik langsung pada penyelesaian- setiap langkah. Masing-masing peserta pelatihan dapat menetapkan kecepatan belajarnya
8. Laboratory Training
Teknik ini adalah merupakan suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi. Latihan ini bersifat sensivitas, dimana peserta menjadi lebih sensitif terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Laboratory Training ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan di waktu yang akan datang.
9.    Vestibule Training
Merupakan pelatihan yang dilakukan dalam suatu ruangan khusus yang terpisah dari tempat kerja biasa dan disediakan jenis pelaralatan yang sama seprti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya. Latihan ini berguna sebagai pendahuluan dari latihan kerja.
Mengubah perilaku satu orang saja bisa menjadi pekerjaan yang sangat sulit. Mengubah perilaku 101 atau 10.001 manusia terasa bagaikan pekerjaan yang tidak mungkin bisa dilakukan. Tapi, organisasi-organisasi yang melakukan lompatan ke masa depan berhasil melakukannya. Perhatikan baik-baik bagaimana mereka bertindak, dan Anda akan mengenali pola yang muncul. Mereka berhasil tanpa memfokuskan diri pada tahapan di dalam proses secara keseluruhan. Hal ini karena kegiatan inti mereka tidak berpusat pada pengumpulan data formal, analisis, penulisan laporan, dan presentasi atau kegiatan-kegiatan yang secara tipikal ditujukan mengubah pola pikir agar dapat mengubah perilaku.
Organisasi-organisasi ini secara mengesankan menunjukkan kepada karyawan mereka apa yang menjadi masalah dan bagaimana memecahkan masalah-masalah tersebut. Mereka memancing respons untuk mengurangi perasaan yang membuat lambat dan menghambat perubahan yang dibutuhkan, dan mereka meningkatkan perasaan motivatif dengan tindakan yang bermanfaat. Kemunculan reaksi emosional lalu memberikan energi yang memicu karyawan untuk ikut serta dalam proses perubahan, betapapun beratnya tantangan yang harus dihadapi.

KONFLIK ORGANISASI


KONFLIK ORGANISASI

Disadari ataupun tidak bahwa lembaga yang menangai pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana dianggap sebagai Institusi kelas bawah. Jika dibandingkan dengan OPD lain di lingkungan pemerintah daerah. Hal ini bisa dikaji dari segi  penempatan personal, pemberian anggaran, pasilitasi, sarana dan prasarana. Namun hal ini kadang tidak akan pernah disadari ataupun dirasakan oleh pemegang kebijakan. Bahkan BPMPKB boleh dibilang hanya dijadikan alat/labolatorium percobaan dan batu loncatan bagi personal yang ditempatkan di OPD PMPKB. Persepsi seperti itu mungkin ada benarnya. Sehingga aparat yang ada di dalam kurang termotivasi untuk mengembangkan diri untuk membuat inovasi, kreasi ataupun berimajinasi untuk membuat penataan secara konstruktif dan pundamental.
Dari fakta tersebut dicoba untuk diamati secara cermat. Apakah benar anggapan dasar seperti itu. Tentu menarik untuk dikaji dan diteliti secara mendalam. Tapi penulis berpandangan lain justru ada kegembiraan, kesenangan dan kebahagiaan tersendiri selama di BPMPKB. Waaupun pertama masuk ke BPMPKB terasa gersang dan tidak ada sambutan hangat dari aparat yang ada di lingkungan BPMPKB.  Wajar karena banyak orang senior yang ada di dalam BPMPKB tidak mendapatkan kepercayaan menjadi pemegang tapuk pimpinan tertinggi. Padahal setiap orang pasti mempunyai harapan untuk menjadi profesional di bidangnya. Itulah suatu pengkondisian yang kadang tidak disadari oleh sistem kepegawaian. Bisa dibayangkan orang yang mau pensiun beberapa bulan lagi, harus keluar dari BPMPKB dari posisi orang pertama jadi staf ahli. Sedangkan penggantinya tidak dari orang dalam yang senior malah didatangkan dari luar OPD KB. Konflik itu mau tidak mau harus dinetralisir jangan sampai meluas. Namun orang  yang datang dari luar OPD KB yang menjelang pensiun tidak dijadikan pemegang kebijakan tertinggi malah hanya ditempatkan jadi salah satu bidang. Belum lagi di dalamnya sudah terjadi silang pemahaman dan silang pendapat diakibatkan ketidak puasan dalam penempatan pekerjaan. Bahkan posisi eselon III/a dijabat oleh pangkatnya dibawah kepala bidang dengan eselon III/b.
Pemulihan kebersamaan dan sinergitas agak terganggu dan memerlukan waktu yang sangat lama. Sehingga bekerja itu seperti api dalam sekam. Seolah-olah tidak ada gejolak. Tapi di dalam-nya penuh dengan berbagai kekecewaan. Kekecewaan demi kekecewaan berimplikasi pada instabilitas dan tumbuh sikap apatis dan apriori dalam menumbuhkan prestasi, dedeikasi serta loyalitas. Walapun tidak ada protes yang terbuka tapi dalam setiap kebijakan agak ditanggapi secara dingin, tidak responsif dengan gerak cepat. Sehingga jalannya organisasi menjadi terseok-seok. Jalannya harus cepat dengan berbagai program. Tapi roda giginya pada tumpul dan copong.
Anehnya setiap ada kekosongan tidak diisi  orang dalam. Malahan Baperjakat menempatkan orang dari luar. Ruh organisasi seperti ini sakit. Kadang-kadang bertanya dalam diri siapa yang bermain dan memainkan kondisi seperti itu. Bahkan ditemukan ada upaya-upaya mengeluarkan orang-orang senior ke institusi lain. Namun dari kondisi seperti itu ada hikmah dan kegembiraan tersendiri untuk dijadikan pelajaran yang berharga. Bahwa bekerja itu tidak cukup dengan prestasi dan prestise. Tapi yang harus dikembangkan adalah mengkolaborasikan antara Hukuman, Akhalaq dan Kecintaan.
Kebahagiaan yang dirasakan ketika OPD di luar BPMPKB mengincar pegawai yang dianggap punya prestasi, punya dedikasi dan punya loyalitas terhadap progarm PMPKB dipromosikan di OPD yang ada di luar BPMPKB. Walaupun dicomot begitu saja oleh Baperjakat tanpa dikonsultasikan terlebih dahulu kemana akan ditempatkan, dan siapa yang akan menggantikan posisi yang ditinggalkan tersebut. Namun sebaiknya hak prerogratif pemegang kebijakan dan kewenangan dari Baperjakat dikonsultasikan dan didengar masukannya dari OPD KB. Alangkah lebih arifnya bila segala sesuatu dikonsultasikan dan diminta pendapatnya untuk penggati yang memenuhi syarat dari dalam untuk menduduki posisi yang kosong. Hal ini untuk menghindari terjadinya konflik internal organisasi.
Sebagai bahan kajian mengapa BPMPKB dianggap sebagai labolatorium. Maka akan diurai secara cermat satu persatu hal yang mendasari opini tersebut sebagai berikut:
  1. PLH Kepala Bagian TU yang pangkatnya III/d dua tinggat di bawah Kepala Bidang KB dan KB malah di definitifkan menjadi Kepala Sekretariat dan setelah bisa mengikuti diklat PIM III dan naik pangkatnya jadi IV/a di incar dan di pindah dan dipromosikan ke unit kerja lain.
  2. Salah seorang Kepala Sub Bidang dari OPD luar KB diangkat jadi Kepala Bidang PP, setelah bisa mengikuti diklat PIM III di incar dan dipindahkan ke OPD lain di luar KB.
  3. Pegawai honorer untuk bisa diangkat jadi PNS ditempatkan sebagai PLKB. Setelah diangkat jadi PNS dan mengikuti kuliah di salah satu perguruan tinggi di incar dan dipindahkan ke OPD lain di luar KB.
Sebaiknya untuk meningkatkan kinerja dan keberhasilan BPMPKB jangan hanya dijadikan alat transit untuk menaikkan seseorang pada jabatan berikutnya tapi harus diberikesempatan untuk membuktikan kinerjanya terlebih dahulu sehingga BPMPKB menjadi sehat dan normal sebagai OPD KB yang benar-benar mempunyai daya ungkit terhadap keberhasilan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kalau selamanya BPMPKB hanya dijadikan alat transit dan sebagai labolatorium uji coba seseorang. Tanpa diberikan kesempatan orang itu membuktikan kinerjanya secara utuh dan kolektif. Maka akan muncul kekecewaan dari dalam internal organisasi BPMPKB. Terutama orang-orang senior yang ada di BPMPKB tidak diberikan kesempatan oleh Baperjakat menduduki Jabatan yang lebih baik di bandingkan dengan rekan-rekannya yang datang ke BPMPKB menadapat jabatan yang lebih baik dari sebelumnya.
Harus disadari oleh para pemimpin dan para pemegang kebijakan bahwa setiap pegawai mempunyai harapan yang sama untuk lebih baik masa depannya. Makanya harus diberikan kesempatan yang sama untuk berkiprah keluar masuk suatu organisasi. Kalau tidak maka kekecewaan staf itu akan mengganggu terhadap sikap pelayanan publik yang diharapkan dalam era global dan era informasi serta telekomuniasi yang serba cepat dan modern. Yang namanya pengabdian pasti harus diimbangi dengan harapan dan penghargaan yang seimbang agar terjadi kebersamaan dan ketangguhan oranisasi dalam melayani masyarakat. Kalau hanya mengandalkan prosedur, SMP, Hukum dan aturan pelyanan yang prima. Tanpa diimbangi dengan penghargaan yang semimbang maka pengabdian dan kesungguhan dalam bekerja akan sirna di tengah jalan. Hindari terjadinya konflikasi organisasi. Dari kulminasi kekecewan staf. Jangan mencampur adukan antara kepentingan kelompok dengan kepentingan kelembagaan atau tujuan tercapainya suatu TAPKIN SKPD.

JENIS-JENIS KONFLIK

Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :

1. Konflik dalam diri individu Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
3. Konflik antar individu dan kelompok seringkali berhubungan dengan cara individumenghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja.
5. Konflik antar organisasi konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.

PENYEBAB TIMBULNYA KONFLIK
  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Penyelesaian  konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah sebagai berikut :
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.

 2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.

 3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.

 4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.

 5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Metode Penyelesaian Konflik
Ada tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.

Dominasi atau penekanan. Dominasi atau penekanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik.
2. Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis.
3. Penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas.
4. Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.

Kompromi, manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak yang bertikai.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:

1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternative
6) Memilih alternative
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:

1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.

Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:

a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.

b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.

Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.

Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik