Rabu, 11 Januari 2012

Pertentangan Sosial dan Integrasi

  • Latar Belakang

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat merupakan suatu hal biasa yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, adanya pertentangan sosial dikarenakan setiap manusia memiliki beberapa kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, prasangka/praduga dan masih banyak lagi hal lainnya, oleh karna itu pada kesempatan kali ini saya akan membahas hal tersebut.
  • Maksud dan Tujuan
Untuk mengetahui macam – macam konflik sosial, pertentangan sosialm, integrasi sosial yang beragam macamnya serta untuk menyikapi dan membahas masalah – masalah yang terjadi pada bab pembahasan di kesempatan kali ini.
Teori

Kepentingan, prasangka, diskriminasi dan etnosentris
Sering kita temui keadaan dimasyarakat para anggotanya pada kondisi tertentu, diwarnai oleh adanya persamaan-persamaan dalam berbagai hal. Tetapi juga didapati perbedaan-perbedaan dan bahkan sering kita temui pertentangan-pertentangan. Sering diharapkan panas sampai petang tetapi kiranya hujan setengah hari, karena sebagus-bagus nya gading akan mengalami keretakan. Itulah sebabnya keadaan masyarakat dan Negara mengalami kegoyahan-kegoyahan yang terkadang keaaan tidak terkendali dan dari situlah terjadinya perpecahan.. Sudah tentu sebabnya, misalnya adanya pertentangan karena perbedaan keinginan.
Perbedaan kepentingan sebenarnya merupakan sifat naluriah disamping adanya persamaan kepentingan. Bila perbedaan kepentingan itu terjadi pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada kelompok etnis, kelompok agama, kelompok ideology tertentu termasuk antara mayoritas dan minoritas.
Prasangka (prejudice) diartikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbabang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab “khusudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karenaitu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok ? tampaknya kepribadian dan inteligensi, juga factor lingkungan cukup berkaitan engan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, mengapa ? karena orang-orang macam ini berikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkanpada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatof tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :
1. berlatar belakang sejarah
2. dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
3. bersumber dari factor kepribadian
4. berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Usaha-usaha mengurangi / menghilangkan prasangka dan diskriminasi :
1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
2. Perluasan kesempatan belajar
3. Sikap terbuka dan sikap lapang
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
Pertentangan-pertentangan Sosial / Ketegangan Dalam Masyarakat :
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan cirri-ciri dari situasi konflik yaitu :
Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat didalam konflik
Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu,sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi emosi dan dorongan yang antagonistic didalam diri seseorang
Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
Elimination : yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yagn diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri.
Subjugation atau domination : artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
Mjority Rule : artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
Minority Consent : artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama.
Compromise : artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
Integration : artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
Integrasi Sosial
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
1. Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
2. Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Bentuk Integrasi Sosial :
1. Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli.
2. Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.
Faktor – faktor pendorong :
1. Faktor Internal :
· kesadaran diri sebagai makhluk sosial
· Tuntutan kebutuhan
· Jiwa dan semangat gotong royong
2. Faktor External :
· Tuntutan perkembangan zaman
· Persamaan kebudayaan
· Terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
· Persaman visi, misi, dan tujuan
· Sikap toleransi
· Adanya kosensus nilai
· Adanya tantangan dari luar
Syarat Berhasilnya Integrasi Sosial :
1. Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.
2. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya.
Metodologi
Metodologi menggunakan pencarian secara online untuk materinya dengan melakukan penambahan atau modifikasi serta tidak lupa mencantumkan sumber aslinya pada blog atau web sumber.
Studi Kasus
Dendam Konflik Poso
Konflik Poso merupakan musibah demokrasi berlatar belakang konflik struktural yang menyeret anak-anak bangsa berbeda agama dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite politik yang haus kekuasaan. Mereka menjual isu-isu demokrasi dan sentimen agama, sehingga masyarakat Poso yang dulu hidup rukun, damai, dan berdampingan `terpaksa` menjadi saling bermusuhan, bahkan dengan sanak suadara sendiri. Mereka saling bunuh dan bantai tanpa sadar bahwa mereka dikendalikan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab secara moral itu.
Penelitian yang dilakukan Hasrullah memperlihatkan bahwa konflik Poso berlatarbelakang kepentingan elite politik, bukan agama. Kecemburuan ekonomi yang muncul akibat meningkatnya harga coklat dan cengkeh pada masa reformasi, ikut menjadi bahan provokasi, disusul peristiwa kriminal di antara dua pemuda beda agama yang diumbar untuk kepentingan politik menjadi benturan agama.
Lebih daripada itu media massa menulis berita yang tidak sesuai dengan fakta dengan menekankan seolah-olah konflik itu berlatarbelakang agama. Dan yang lebih gawat lagi, elite politik melibatkan elite agama dalam konflik, bahkan melakukan pencitraan terhadap institusi keagamaan. Jadilah kesan konflik ini berlatarbelakang agama pun meluas.
“Jadi konflik itu bukan berasal dari rakyat biasa, melainkan dimulai dari konflik elite. Kekecewaan elite itu berdasarkan pembagian agama tertentu, berdasarkan daerahnya.”
–dr. Farid Husain
Pembahasan
Dari kisah diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa orang / kelompok elite politik yang tidak bertanggung jawab atas kejadian rakyat poso. Sebenarnya ini adalah suatu kepentingan individu / kelompok yang menyebabkan kehancuran di poso, sebaiknya jika rakyat poso tidak mudah terprovokasi oleh steatment yang tidak bertanggung jawab ini yang mengakibatkan konflik di Poso.
Penutup
Kesimpulan dari pembahasan kali ini adalah :
1. Masing – masing individu atau kelompok dapat menjaga keharmonisannya antara satu dengan yang lainnya agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan.
2. Saling mengisi satu sama lain kebutuhan masyarakat di daerah sekitar agar terjaga keharmonisannya.
3. Pertentangan sosial akan terjadi bila adanya provokasi dari pihak – pihak tertentu.
Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar